Undang
Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang : Penataan Ruang
BAB I
KETENTUAN UMUM
Menjelaskan tentang penataan ruang sebagai mana fungsinya,
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan
ruang udara sebagai. satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan
makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara
kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Penataan ruang berasaskan:
a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu,
berdaya
guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan
hukum.
Penataan ruang bertujuan:
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan
yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan
lindung
dan kawasan budi daya;
c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban
sebagaimana dimaksud
(1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk
pertambahan
nilai ruang sebagai akibat penataan ruang.
(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam
memelihara kualitas
ruang.
BAB IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Umum
Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi
kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
Bagian Kedua
Perencanaan
Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan
prosedur
penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan
atas
rencana tata ruang.
Bagian Keempat
Pengendalian
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui
kegiatan
pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
BAB V
RENCANA TATA RUANG
Rencana tata ruang dibedakan atas:
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
BAB VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN
Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua
peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG
1. Ruang wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat
bagi
manusia dan makhluk lainnya hidup, dan melakukan
kegiatannya
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa
Indonesia.
Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri,
dilindungi
dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan
pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi
kelangsungan
hidup yang berkualitas.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah
negara
meliputi daratan, lautan, dan udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk laut dan landas
kontinen
di sekitarnya, di mana Republik Indonesia memiliki hak
berdaulat atau
kewenangan hukum sesuai dengan ketentuan Konvensi
Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tahun 1982 tentang Hukum laut.
3. Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara beserta
sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan
dan
penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya
membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan
ruang
atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai
kegiatan,
sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang
diterapkan.
4. Ruang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam
terdiri dari
berbagai ruang wilayah sebagai suatu subsistem.
Masing-masing
subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya
dukung
yang berbeda satu dengan yang lainnya.
5. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang
lainnya.
Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang diperlukan
peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan sistem
yang
harus memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang.
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 24 TAHUN 1992 (24/1992)
Tanggal : 13 OKTOBER 1992 (JAKARTA)
Sumber : LN 1992/115; TLN NO. 3501
PERMUKIMAN KUMUH DI PERKOTAAN DAN
PERMASALAHANNYA
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Persoalan permukiman
merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya
kantong-kantong kemiskinan yang fatal dan kemudian menyebabkan lahirnya
berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk
menangani dan mengawasinya. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah
sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program
dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman
masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan
ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu,
pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan
sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan
jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai
problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan
solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah
kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena
faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman
bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan.
Keluhan yang paling
sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya
kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering
dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan. Sehingga dapat
dirumuskan masalah-masalah apa sajayang timbul akibat adanya permukiman kumuh
dan bagaimana cara mengatasinya?
2. Kajian
Teori
Pengertian dan
Karakteristik Permukiman Kumuh
Menurut Khomarudin
(1997) permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai berikut suatu lingkungan yg
berpenghuni padat (melebihi 500 org per Ha) dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang rendah, jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah
standartd, sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan
kesehatan serta hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan
diluar perundang-undangan yang berlaku.
Faktor-faktor
Terbentuknya Permukiman Kumuh
Adapun timbulnya
kawasan kumuh menurut Hari Srinivas (2003) dapat dikelompokan sebagai berikut:
- Faktor internal: Faktor budaya,
agama, tempat bekerja, tempat lahir, lama tinggal, investasi
rumah, jenis bangunan rumah.
- Faktor eksternal: Kepemilikan
tanah, kebijakan pemerintah
Penyebab utama
tumbuhnya lingkungan kumuh menurut Khomarudin (1997) antara lain adalah :
- Urbanisasi dan migrasi yang
tinggi terutama bagi kelompok masyarakat, berpenghasilan rendah,
- Sulit mencari pekerjaan,
- Sulitnya mencicil atau menyewa
rumah,
- Kurang tegasnya pelaksanaan
perundang-undangan,
- Perbaikan lingkungan yang hanya
dinikmati oleh para pemilik rumah serta
- Disiplin warga yang rendah.
- Kota sebagai pusat perdagangan
yang menarik bagi para pengusaha,
- Semakin sempitnya lahan
permukiman dan tingginya harga tanah.
PEMBAHASAN
1.
Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat
mengakibatkan berbagai dampak. Dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh
adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke
bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma
sosial. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku
menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Dampak langsung dari
adanya permukiman kumuh dalam hal keruangan yaitu adanya penurunan kualitas
lingkungan fisik maupun sosial permukiman yang berakibat semakin rendahnya mutu
lingkungan sebagai tempat tinggal (Yunus, 2000 dalam Gamal Rindarjono, 2010). Seperti
halnya lingkungan permukiman kumuh yang ada di Semarang memperlihatkan kondisi
kualitas lingkungan yang semakin menurun, secara umum hal ini dapat diamati
berdasarkan hal sebagai berikut (Gamal Rindarjono, 2010) : (1) Fasilitas umum
yang kondisinya dari tahun ke tahun semakin berkurang atau bahkan sudah tidak
memadai lagi; (2) Sanitasi lingkungan yang semakin menurun, hal ini dicerminkan
dengan tingginya wabah penyakit serta tingginya frekwensi wabah penyakit yang
terjadi, umumnya adalah DB (demam berdarah), diare, dart penyakit kulit; (3)
Sifat extended family (keluarga besar)pada sebagian besar
pemukim permukiman kumuh mengakibatkan dampak pada pemanfaatan ruang yang
sangat semrawut di dalam rumah, untuk menampung penambahan
jumlah anggota keluarga maka dibuat penambahan-penambahan ruang serta bangunan
yang asal jadi, akibatnya kondisi rumah secara fisik semakin terlihat
acak-acakan.
Penduduk di permukiman
kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial
ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi
lingkungan yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal
ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk
penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari,
seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan.
Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan
pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga
karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan
di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.
Mereka pada umumnya
tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak,
disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak
menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya
adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur,
kekurangan dan semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut
untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat
kesehatan.
Permukiman kumuh
umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir
kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah
ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi,
budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah
kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari
agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi
pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial
dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan
kurang diperhatikan.
Oleh karena para
pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak berhasil
mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran,
gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang
dan berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap
masyarakat lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami
benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya
yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan
tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan
terjadinya perilaku menyimpang ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang
lebih mementingkan diri sendiri atau kelompokya yang acapkali bertentangan
dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang
pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang
bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku
sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. Wujud perilaku
menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan
seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga
termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan kegiatan sosial
lainnya (Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010). Bagi kalangan
remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa
mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan
umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik
keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain.
Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan
kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan,
pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar,
mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.
Keadaan seperti itu
cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut (Sri Soewasti
Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010) : (a) masalah persediaan ruang yang
semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan
masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu
faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan
norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota,
(c) masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau
ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga
pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan
mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang
menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.
Masalah yang terjadi
akibat adanya permukiman kumuh ini, khususnya dikota-kota besar diantaranya
wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar
dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman
ini. Disisi lain bahwa kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya,
maupun sosial kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan.
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah
(Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010):
- ukuran bangunan yang sangat
sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni
- rumah yang berhimpitan satu
sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran
- sarana jalan yang sempit dan
tidak memadai
- tidak tersedianya jaringan
drainase
- kurangnya suplai air bersih
- jaringan listrik yang semrawut
- fasilitas MCK yang tidak
memadai
2. Mengatasi
Permukiman Kumuh
Kemiskinan merupakan
salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada
dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok
miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan
institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat
diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha
perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Menurut Cities
Alliance (lembaga internasional yang menangani hibah, pengetahuan dan
advokasi untuk kepentingan peningkatan permukiman kumuh di dunia) dalam Lana
Winayanti (2011) ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk
mencegah pertumbuhan permukiman kumuh baru yaitu:
- a. Kepastian
bermukim (Secure Tenure).Hak
atas tanah adalah hak individu atau kelompok untuk menghuni atau
menggunakan sebidang tanah. Hak atas tanah dapat berupa hak milik atau hak
sewa. Kejelasan hak atas tanah memberikan keyakinan akan masa depan – rasa
aman karena kejelasan hak (sewa ataupun milik) akan meningkatkan
kestabilan jangka panjang dan mengakibatkan penghuni berkeinginan
berinvestasi untuk peningkatan kualitas rumah dan lingkungan mereka.
Perbaikan secara bertahap oleh masyarakat dapat meningkatkan kualitas
komunitas. Perlu ada kerangka kerja yang jelas tentang kepastian bermukim.
Seringkali masyarakat permukiman kumuh menghadapi berbagai hambatan untuk
memiliki atau memperoleh kejelasan hak atas tanah dan hak atas hunian yang
layak. Pasar tanah pada umumnya agak disfungsional dan peraturan yang ada
menyulitkan pemerintah daerah untuk mencari tanah terjangkau dan berada di
lokasi yang strategis bagi penghuni permukiman kumuh yang padat.
Pengendalian tanah seringkali terkait dengan kekuatan politik dan korupsi,
sehingga menyulitkan memperoleh informasi tentang penguasaan dan
kepemilikan tanah, penggunaan dan ketersediaan tanah.
- b. Mendapatkan
hak segabai warga kota. Masyarakat
yang tinggal di permukiman kumuh adalah bagian dari penduduk perkotaan,
dan seharusnya mempunyai hak yang sama atas kesehatan dan pelayanan dasar
kota. Hak ini seringkali dibatasi oleh kemampuan pemerintah dalam
mewujudkan pelayanan dasar ini. Proses merealisasi hak penghuni permukiman
kumuh tergantung pada kapasitas mereka untuk berinteraksi dengan pemerintah.
Salah satu kunci adalah menciptakan ‘ruang’ dimana masyarakat permukiman
kumuh dan pemerintah dapat saling berdialog tentang peluang-peluang
meningkatkan komunitas permukiman kumuh. Melalui dialog, setiap pihak
dapat meletakkan hak dan tanggung jawab, serta merancang program
peningkatan permukiman kumuh yang lebih responsif terhadap kebutuhan
masyarakat. Apabila proses ini tidak dipahami oleh masyarakat dan
pemerintah, maka akan sulit program ini berhasil.
Pemerintah juga telah
membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden
Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, tugas pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam struktur organisasi,
proses pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional, serta komposisi sumber
daya manusia dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya,
Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat
Utama, serta 7 deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu.
Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi,
pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional
dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan
administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang
pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat pembinaan
pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program
pembangunan nasional (propenas), badan koordinasi tata ruang nasional,
landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional, hubungan eksternal.
Warga kumuh kerap
digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka selanjutnya. Seharusnya, pemerintah
bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke kawasan khusus. Dengan
penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah bisa membangun suatu kawasan
tempat tinggal terpadu berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan
untuk disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun tersebut juga harus
dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar
yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan
kendaraan. Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan
banyak lahan. Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau,
sehingga masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini
masyarakat harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau
tersebut.
Pemerintah dapat
menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya menyediakan pembangunan
secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,
sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu dukungan penciptaan pekerjaan yang
bisa membantu mereka survive, misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat
yang membantu mereka untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki
uang untuk kebutuhan hidup.
Masyarakat harus ikut
dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan. Karena orang yang
tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang menjadi masalah, termasuk
solusinya. Jika masyarakat dilibatkan, persoalan mengenai permukiman kumuh bisa
segera diselesaikan. Melalui kontribusi masukan dari masyarakat maka akan
diketahui secara persis instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan
dibutuhkan dalam mengatasi permukiman kumuh. Dalam mengatasi permukiman kumuh
tetap harus ada intervensi dari negara, terutama untuk menilai program yang
disampaikan masyarakat sudah sesuai sasaran atau harus ada perbaikan.
Permukiman kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata
tetapi yang lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di
kawasan kumuh. Jadi masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar tetap
bersih, rapi, tertur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman,
tertip, dan asri.
KESIMPULAN
Tumbuhnya permukiman
kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena
urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan
pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para
pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk
mempertahankan kehidupan di kota. Terbentuknya pemukiman kumuh dipandang
potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber
timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit
sosial lainnya.
Pemerintah selain
memberikan rumah susun juga harus memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka
yang belum punya pekerjaan. Dan masyarakat harus selalu menjaga lingkungannya
agar tetap indah, bersih, dan teratur.
SARAN
Seharusnya pemerintah
dapat menanggulangi permukinman kumuh yang berada dalam perkotaan dengan
diplomatis tanpa memunculkan adanya konflik , baik dengan cara mengurangi
pertumbuhan penduduk yang merupakan salah satu faktor munculnya permukiman
kumuh . Masyarakat juga seharusnya sadar untuk mempunyai tempat tinggal yang
lebih layak dan aman dengan cara mengubah pola pikir , mencari pekerjaan yang
lebih layak dan lebih sadar lagi akan kebersihan lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hari Srinivas. 2003,
Defining Squatter Settlement, http://www.gdrc.org/ uem/define- squatter.dikases pada
tanggal 22 Juli 2012.
Keputusan Presiden
Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional. http://old.bappenas.go.id/index.php?module=ContentExpress&func=viewcat&ceid=-2&catid=4,
dikases pada tanggal 28 Juli 2012.
Khomarudin. 1997.
Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Jakarta: Yayasan Real Estate
Indonesia, PT. Rakasindo, Jakarta.
Novitasari , Diah.2010.
Pemukiman Kumuh di Pinggiran Kota. http://fisip.uns.ac.id/blog/diah/2011/01/03/bab-ii-pemukiman-kumuh/
, diakses pada tanggal 28 Juli 2012.
Rindarjono, Mohammad
Gamal . 2010. Perkembangan Permukiman Kumuh di kota Semarang Tahun 1980-2006.http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1467_RD1005003.pdf,
diakses pada tanggal 25 Juli 2012.
Winayanti, Lana. 2011.
Menuju Kota Bebas Kumuh. http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi3e.pdf,
diakses pada tanggal 28 Juli 2012.