Selasa, 11 Oktober 2016

Undang Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang : Penataan Ruang "PERMUKIMAN KUMUH DI PERKOTAAN DAN PERMASALAHANNYA"

Undang Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang : Penataan Ruang

BAB I
KETENTUAN UMUM

Menjelaskan tentang penataan ruang sebagai mana fungsinya,
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai. satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Penataan ruang berasaskan:
a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya
guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.
Penataan ruang bertujuan:
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung
dan kawasan budi daya;
c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas


BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud
(1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan
nilai ruang sebagai akibat penataan ruang.
(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas
ruang.

BAB IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN

Bagian Pertama
Umum
Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
Bagian Kedua
Perencanaan
Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur
penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas
rencana tata ruang.
Bagian Keempat
Pengendalian
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

BAB V
RENCANA TATA RUANG

Rencana tata ruang dibedakan atas:
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.

BAB VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN

Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-undang ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG

1. Ruang wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi
manusia dan makhluk lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi
dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan
pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan
hidup yang berkualitas.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah negara
meliputi daratan, lautan, dan udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk laut dan landas kontinen
di sekitarnya, di mana Republik Indonesia memiliki hak berdaulat atau
kewenangan hukum sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tahun 1982 tentang Hukum laut.
3. Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta
sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan
penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya
membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang
atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan,
sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan.
4. Ruang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari
berbagai ruang wilayah sebagai suatu subsistem. Masing-masing
subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung
yang berbeda satu dengan yang lainnya.
5. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.
Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang diperlukan
peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan sistem yang
harus memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang.

Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 24 TAHUN 1992 (24/1992)
Tanggal : 13 OKTOBER 1992 (JAKARTA)
Sumber : LN 1992/115; TLN NO. 3501


PERMUKIMAN KUMUH DI PERKOTAAN DAN PERMASALAHANNYA

PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang

Persoalan permukiman merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang fatal dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan.
Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan. Sehingga dapat dirumuskan masalah-masalah apa sajayang timbul akibat adanya permukiman kumuh dan bagaimana cara mengatasinya?

2.   Kajian Teori

Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh
Menurut Khomarudin (1997) permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai berikut suatu lingkungan yg berpenghuni padat (melebihi 500 org per Ha) dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah, jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah standartd, sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan serta hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan diluar perundang-undangan yang berlaku.

Faktor-faktor Terbentuknya Permukiman Kumuh
Adapun timbulnya kawasan kumuh menurut Hari Srinivas (2003) dapat dikelompokan sebagai berikut:
  1. Faktor internal: Faktor budaya, agama, tempat bekerja, tempat lahir, lama tinggal, investasi rumah, jenis bangunan rumah.
  2. Faktor eksternal: Kepemilikan tanah, kebijakan pemerintah
Penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh menurut Khomarudin (1997) antara lain adalah :
  1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat, berpenghasilan rendah,
  2. Sulit mencari pekerjaan,
  3. Sulitnya mencicil atau menyewa rumah,
  4. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan,
  5. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta
  6. Disiplin warga yang rendah.
  7. Kota sebagai pusat perdagangan yang menarik bagi para pengusaha,
  8. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.
 PEMBAHASAN

1.  Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Dampak langsung dari adanya permukiman kumuh dalam hal keruangan yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan fisik maupun sosial permukiman yang berakibat semakin rendahnya mutu lingkungan sebagai tempat tinggal (Yunus, 2000 dalam Gamal Rindarjono, 2010). Seperti halnya lingkungan permukiman kumuh yang ada di Semarang memperlihatkan kondisi kualitas lingkungan yang semakin menurun, secara umum hal ini dapat diamati berdasarkan hal sebagai berikut (Gamal Rindarjono, 2010) : (1) Fasilitas umum yang kondisinya dari tahun ke tahun semakin berkurang atau bahkan sudah tidak memadai lagi; (2) Sanitasi lingkungan yang semakin menurun, hal ini dicerminkan dengan tingginya wabah penyakit serta tingginya frekwensi wabah penyakit yang terjadi, umumnya adalah DB (demam berdarah), diare, dart penyakit kulit; (3) Sifat extended family (keluarga besar)pada sebagian besar pemukim permukiman kumuh mengakibatkan dampak pada pemanfaatan ruang yang sangat semrawut di dalam rumah, untuk menampung penambahan jumlah anggota keluarga maka dibuat penambahan-penambahan ruang serta bangunan yang asal jadi, akibatnya kondisi rumah secara fisik semakin terlihat acak-acakan.
Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.
Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.
Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompokya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya (Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010). Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.
Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut (Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010) : (a) masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota, (c) masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.
Masalah yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh ini, khususnya dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan. Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah (Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010):
  1. ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni
  2. rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran
  3. sarana jalan yang sempit dan tidak memadai
  4. tidak tersedianya jaringan drainase
  5. kurangnya suplai air bersih
  6. jaringan listrik yang semrawut
  7. fasilitas MCK yang tidak memadai
2.    Mengatasi Permukiman Kumuh
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Menurut Cities Alliance (lembaga internasional yang menangani hibah, pengetahuan dan advokasi untuk kepentingan peningkatan permukiman kumuh di dunia) dalam Lana Winayanti (2011) ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah pertumbuhan permukiman kumuh baru yaitu:
  1. a.    Kepastian bermukim (Secure Tenure).Hak atas tanah adalah hak individu atau kelompok untuk menghuni atau menggunakan sebidang tanah. Hak atas tanah dapat berupa hak milik atau hak sewa. Kejelasan hak atas tanah memberikan keyakinan akan masa depan – rasa aman karena kejelasan hak (sewa ataupun milik) akan meningkatkan kestabilan jangka panjang dan mengakibatkan penghuni berkeinginan berinvestasi untuk peningkatan kualitas rumah dan lingkungan mereka. Perbaikan secara bertahap oleh masyarakat dapat meningkatkan kualitas komunitas. Perlu ada kerangka kerja yang jelas tentang kepastian bermukim. Seringkali masyarakat permukiman kumuh menghadapi berbagai hambatan untuk memiliki atau memperoleh kejelasan hak atas tanah dan hak atas hunian yang layak. Pasar tanah pada umumnya agak disfungsional dan peraturan yang ada menyulitkan pemerintah daerah untuk mencari tanah terjangkau dan berada di lokasi yang strategis bagi penghuni permukiman kumuh yang padat. Pengendalian tanah seringkali terkait dengan kekuatan politik dan korupsi, sehingga menyulitkan memperoleh informasi tentang penguasaan dan kepemilikan tanah, penggunaan dan ketersediaan tanah.
  2. b.   Mendapatkan hak segabai warga kota. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh adalah bagian dari penduduk perkotaan, dan seharusnya mempunyai hak yang sama atas kesehatan dan pelayanan dasar kota. Hak ini seringkali dibatasi oleh kemampuan pemerintah dalam mewujudkan pelayanan dasar ini. Proses merealisasi hak penghuni permukiman kumuh tergantung pada kapasitas mereka untuk berinteraksi dengan pemerintah. Salah satu kunci adalah menciptakan ‘ruang’ dimana masyarakat permukiman kumuh dan pemerintah dapat saling berdialog tentang peluang-peluang meningkatkan komunitas permukiman kumuh. Melalui dialog, setiap pihak dapat meletakkan hak dan tanggung jawab, serta merancang program peningkatan permukiman kumuh yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Apabila proses ini tidak dipahami oleh masyarakat dan pemerintah, maka akan sulit program ini berhasil.
Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya manusia dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu. Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program pembangunan nasional (propenas), badan koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional, hubungan eksternal.
Warga kumuh kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka selanjutnya. Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke kawasan khusus. Dengan penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah bisa membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan untuk disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun tersebut juga harus dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan kendaraan. Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan. Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut.
Pemerintah dapat menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya menyediakan pembangunan secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive, misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu mereka untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk kebutuhan hidup.
Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan. Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan, persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi permukiman kumuh. Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada intervensi dari negara, terutama untuk menilai program yang disampaikan masyarakat sudah sesuai sasaran atau harus ada perbaikan.  Permukiman kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata tetapi yang lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di kawasan kumuh. Jadi masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar tetap bersih, rapi, tertur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman, tertip, dan asri.

KESIMPULAN

Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Terbentuknya pemukiman kumuh dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Pemerintah selain memberikan rumah susun juga harus memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka yang belum punya pekerjaan. Dan masyarakat harus selalu menjaga lingkungannya agar tetap indah, bersih, dan teratur.

SARAN

Seharusnya pemerintah dapat menanggulangi permukinman kumuh yang berada dalam perkotaan dengan diplomatis tanpa memunculkan adanya konflik , baik dengan cara mengurangi pertumbuhan penduduk yang merupakan salah satu faktor munculnya permukiman kumuh . Masyarakat juga seharusnya sadar untuk mempunyai tempat tinggal yang lebih layak dan aman dengan cara mengubah pola pikir , mencari pekerjaan yang lebih layak dan lebih sadar lagi akan kebersihan lingkungan.

 DAFTAR PUSTAKA

Hari Srinivas. 2003, Defining Squatter Settlement, http://www.gdrc.org/ uem/define- squatter.dikases pada tanggal 22 Juli 2012.

Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. http://old.bappenas.go.id/index.php?module=ContentExpress&func=viewcat&ceid=-2&catid=4, dikases pada tanggal 28 Juli 2012.

Khomarudin. 1997. Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Jakarta: Yayasan Real Estate Indonesia, PT. Rakasindo, Jakarta.

Novitasari , Diah.2010. Pemukiman Kumuh di Pinggiran Kota. http://fisip.uns.ac.id/blog/diah/2011/01/03/bab-ii-pemukiman-kumuh/ , diakses pada tanggal 28 Juli 2012.

Rindarjono, Mohammad Gamal . 2010. Perkembangan Permukiman Kumuh di kota Semarang Tahun 1980-2006.http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1467_RD1005003.pdf, diakses pada tanggal 25 Juli 2012.

Winayanti, Lana. 2011. Menuju Kota Bebas Kumuh. http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi3e.pdf, diakses pada tanggal 28 Juli 2012.