Cinta Kasih Seorang Nenek Kepada Cucu
Setelah semua kancing bajunya terpasang
semua, si nenek kembali membukanya lagi. Ternyata kancing bajunya tidak
terpasang sesuai urutan, sehingga terkadang sisi baju yang sebelah kiri
menjadi lebih tinggi dari yang kanan. Atau kancing yang sebelah kanan
melampaui 2 urutan dari yang sebelah kiri. Nenek bahkan harus
mengulanginya beberapa kali sampai berkeringat, baru akhirnya semua bisa
terkancing rapi sesuai urutannya. Setelah itu nenek berjalan keluar
dari kamar.
Saat nenek melintasi ruang tamu, cucu
perempuannya yang berumur 16 tahun sedang menonton TV. Terheran melihat
neneknya berpakaian rapi, lalu bertanya, “Nenek mau kemana, bukannya
tadi nenek mau memasak di dapur?” Nenek kemudian menjelaskan kalau ia
tadinya memang mau memasak, tapi entah kenapa rice cookernya tidak mau
menyala, dan sekarang nenek mau keluar sebentar membeli makanan.
Dengan wajah cemberut, cucunya meminta
agar nenek cepat pulang karena ia sudah mulai lapar. ” Iya, nenek akan
cepat pulang. Kamu tunggu nenek sebentar ya…” kata neneknya dengan
tersenyum, supaya wajah cucunya tidak merengut lagi. Nenek pun berjalan
keluar rumah, menunggu bus yang lewat, lalu naik bus ke pusat penjualan
makanan.
Beberapa saat setelah nenek keluar rumah,
cucunya berjalan ke dapur mencari cemilan untuk sekedar mengganjal
perut. Tak sengaja ia melihat colokan (steker) rice cooker yang belum
dicolok. Cucunya pun tersenyum geli melihat sikap pelupa neneknya
seperti orang yang sudah pikun aja.
Sesampai di pusat penjualan makanan, si
nenek membeli nasi ayam kesukaan cucunya. Setelah selesai membayar dan
hendak pulang, langkah nenek tiba-tiba terhenti persis di pintu keluar.
Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, bola matanya membesar, raut
mukanya berubah tampak kebingungan. Semua bangunan dan jalanan yang ada
didepannya terlihat berbeda dan asing. Nenek terdiam membisu sejenak.
Dan akhirnya menyadari kalau ia lupa arah jalan pulang ke rumah.
Lantas dengan sigap, nenek melambaikan
tangannya sambil berjalan menghampiri seorang pemuda yang melintas di
depannya. Meminta bantuan kepada pemuda itu agar mau membawanya pulang.
“Nak..nak.. tolong antarkan nenek pulang…” kata nenek. “Maaf, nek. Saya
sedang terburu-buru.” Tolak pemuda tadi.
Kemudian nenek menghampiri seorang wanita
paruh baya. Sama dengan pemuda tadi, wanita ini juga tidak bisa
mengantarkan nenek pulang karena akan menjemput anak-anaknya. Nenek
tidak berputus asa. Kali ini dengan gesit ia berjalan ke arah seorang
bapak-bapak untuk meminta tolong. “Pak, pak…tolong antarkan saya pulang.
Cucu saya sedang menunggu saya pulang membawa makanan. Dia pasti sudah
lapar sekarang.” kata nenek dengan wajah terlihat sedih.
“Rumah nenek di mana, mari saya antar.”
jawab bapak itu. “Emm…mmh…saya…saya tidak ingat dimana.” kata nenek
dengan terbata-bata. “Tapi tolong antarkan saya pulang, pak. Pokoknya
antarkan saja saya pulang.” nenek tetap memohon. Bapak ini juga tidak
bisa menolong karena nenek sudah pikun dan sama sekali tidak ingat
dimana rumahnya. Mata nenek tampak berkaca-kaca, air matanya hampir
jatuh membasahi pipi.
Berulang kali nenek terus meminta tolong
kepada setiap orang yang ditemuinya untuk diantarkan pulang. Ada yang
menolak dan ada juga yang bersedia membantu…namun siapa pun yang mau
menolong tetap saja tidak bisa mengantarkan nenk. Wajah nenek tampak
sangat sedih. Tanpa disadari air mata nenek mengalir di pipinya.
Teringat cucunya menahan lapar, sedang menunggunya pulang membawa
makanan.
Nenek tetap terus berjalan sambil meminta
tolong, dan sesekali mencoba mencari jalan pulang sendiri. Tanpa
berhenti untuk beristirahat. Rambut putihnya yang tadinya tersisir rapi
dan diikat ke belakang, sekarang mulai berantakan dan tidak karuan.
Kedua tangannya terus mendekap nasi ayam yang dibelinya tadi siang agar
tetap hangat. Seluruh wajah dan bajunya telah basah oleh keringat.
Langkahnya juga sudah mulai melambat karena kakinya terasa sakit dan
kelelahan.
Hingga hari mulai gelap, nenek masih saja
terus berjalan, berusaha bisa sampai ke rumah meskipun dari wajahnya
terlihat jelas sekali, kalau nenek sudah sangat kelelahan.
Pada waktu yang bersamaan, di rumah
nenek, sepasang suami istri baru pulang. Mereka adalah orang tua dari
cucu nenek. Si ibu melihat anaknya yang sedang ngemil, sambil menonton
TV. Lalu bertanya, “kok kamu ngemil, apa nenek belum selesai masak?”
Putrinya menjelaskan, kalau nenek tidak jadi masak hari ini dan sudah
sejak tadi siang pergi ke pusat penjualan makanan tapi masih belum
pulang sampai sekarang.
“Apa! Nenek belum pulang dari tadi
siang?!” kata ayahnya dengan wajah terkejut bercampur khawatir. Belum
sempat anaknya berkata apapun, kedua suami istri ini langsung pergi
lagi. Bermaksud mencari nenek! Anaknya kaget melihat kedua orang tuanya
tiba-tiba menjadi panik dan langsung pergi lagi. Setelah beberapa saat
dia baru sadar, kalau nenek bukan pelupa, tapi sudah pikun, dan nenek
pasti sedang tersesat sekarang. Segera, dia pun mengikuti kedua orang
tuanya pergi mencari nenek.
Ketiganya berkeliling di tengah keramaian
kota, berusaha menemukan nenek. Dan kemudian, kedua suami istri ini
mendengar bunyi klakson mobil bersahut-sahutan. Keduanya segera berlari
ke arah bunyi klakson tersebut. Sesampainya di sana mereka melihat nenek
berdiri terbengong di tengah jalan menghalangi laju mobil-mobil. Lalu
keduanya menarik tangan nenek dan menuntunnya ke tepi jalan. “Apa yang
Ibu lakukan di tengah jalan seperti ini. Ibu membuat kita jadi tontonan
semua orang…” bentak putranya.
“Pak, pak…tolong antarkan saya pulang,
cucu saya sekarang pasti sudah sangat lapar. Kasihan cucu saya, dia
belum makan dari siang. Tolong pak…” karena dibentak, nenek semakin
linglung dan tidak ingat dengan putra maupun menantunya sendiri. “Bu!
Saya ini anakmu sendiri!” teriak putranya lagi. Kemudian nenek berpaling
ke arah menantunya, “Nyonya, tolong antarkan saya pulang, cucu saya
sedang menunggu saya pulang bawa makanan.” nenek memelas sambil
menangis.
Mendengar nenek memelas seperti itu
ditambah dengan melihat kondisi tubuh nenek yang sedemikian lelahnya.
Hati keduanya terasa sangat pilu sekali. Tak kuasa menahan air mata,
menantunya menjadi ikut menangis. Menangis dengan teramat sedih.
Menyadari betapa besarnya cinta dan kasih sayang nenek kepada cucunya,
yang tak lain adalah putri mereka sendiri.
Tiba-tiba, dari kejauhan, sayup-sayup
terdengar suara cucunya memanggil, “Nenek, nenek…” Nenek menoleh ke
belakang, mencari asal suara cucunya. Ternyata benar, cucunya berada
tidak jauh dari sana. Dibalik keremangan lampu jalan, cucunya berlari ke
arah nenek. Senang melihat cucunya berada di sana, nenek pun berjalan
ke arah cucunya dengan tertatih-tatih. Walaupun terlihat nenek tersenyum
sangat senang, namun masih tampak sangat jelas kecapekan dibalik
senyumannya itu.
Cucunya langsung memeluk nenek. “Nenek
maafkan saya, nenek tidak apa-apa?” kata cucunya dengan meneteskan air
mata. “Iya, nenek tidak apa-apa. Ini nenek sudah belikan nasi ayam
kesukaan kamu, ayo makan. Kamu pasti sudah lapar sekali. Kasihan cucu
nenek harus kelaparan sampai malam.” kata nenek sambil membuka bungkus
nasi lalu disuapkan ke mulut cucunya. Cucunya terus menangis. “Nenek,
maafkan saya, maafkan saya, nek…” cucunya terus berulang-ulang meminta
maaf sambil menangis.
“Tolong maafkan nenek ya, kamu jadi harus
kelaparan menunggu nenek terlalu lama” mendengar nenek berkata
demikian, dan melihat kondisi nenek yang begitu kesakitan juga
kelelahan. Air mata cucunya semakin deras mengalir. Putra dan menantu
nenek yang melihat kejadian ini, juga menitikkan airmata. Lalu keduanya
berjalan mendekati nenek dan memeluk nenek dari belakang. “Ibu, kami
semua sangat mencintaimu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar